Cerita Sex : Bercinta Dengan Dian Dan Yanti -
Setelah aku lulus SMA, aku melanjutkan studi di Bandung. Kebetulan aku
diterima di sebuah PTN yang terkenal di Bandung. Mengenai hubunganku
dengan Tante "U" di kota asalku sudah berakhir sejak kepindahan
keluarga Oom "U" ke Medan, dua bulan menjelang aku ujian akhir SMA.
Namun kami masih selalu kontak lewat surat atau telpon.
Perpisahan
yang sungguh berat, terutama bagiku, mungkin bagi Tante U hal itu
sudah biasa, karena hubungan sex buat dia hanya merupakan suatu
kebutuhan biologis semata, tanpa melibatkan perasaan. Namun lain halnya
denganku, aku sempat merasa kesepian dan rindu yang amat sangat
terhadapnya, karena sejak pertama kali aku tidur dengannya, hatiku
sudah terpaut dan mencintainya
.Sejak
aku mengenal Tante U, aku mulai mengenal beberapa wanita teman Tante U,
mereka semuanya sudah berkeluarga dan usianya lebih tua dariku. Wanita
lain yang sering kutiduri adalah Tante H; dan Tante A seorang janda
cina yang cantik. Jadi semenjak kepindahan Tante U ke Medan, merekalah
yang menjadi teman kencanku. Karena Tante H dan Tante A sudah berstatus
janda, maka tidak ada kesulitan bagi kami untuk mengatur kencan kami
.Hampir
setiap hari aku menginap di rumah Tante H. Dengan Tante H boleh dikata
setiap hari aku melakukan hubungan intim tidak mengenal waktu dan
tempat. Pagi, siang sore atau malam, di kamar, di ruang tamu, di dapur
bahkan pernah di teras belakang rumahnya. Teradang kami main bertiga,
yakni aku, Tante H dan Tante A. Di rumah Tante H benar-benar diperas
tenagaku. Sesekali waktu aku harus melayani teman Tante H yang datang
ke sana untuk menghisap tenaga mudaku. Aku sudah tidak perduli lagi
rupanya, aku dijadikan gigolo oleh Tante H. Pokoknya asal aku suka
mereka, maka langsung kulayani mereka.
Suatu saat aku bertemu
dengan seorang gadis. Cantik dan sexy banget body-nya. Dian namanya,
teman adik perempuanku. Dengan keahlianku, maka kurayu dan kupacari
Dian. Suatu hari aku berhasil mengajaknya jalan-jalan ke suatu tempat
rekreasi. Di suatu motel, akhirnya aku berhasil menidurinya. Aku agak
kecewa, rupanya Dian sudah tidak perawan lagi. Namun perasaan itu
kupendam saja. Kami tetap melanjutkan hubungan, dan setiap kali
bertemu, maka kami selalu melakukan hubungan badani
.Rupanya
Dian benar-benar ketagihan denganku. Tidak malu-malu dia mencariku,
dan bila bertemu langsung memintaku untuk menggaulinya. Tapi aneh, Dian
tidak pernah mengajakku, bahkan melarang aku datang ke rumahnya. Kami
biasa melakukan di motel atau hotel melati di kotaku, beberapa kali aku
mengajak Dian ke rumah Tante H. Kuperkenalkan Tante H sebagai
familiku, dan tentunya aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk
bercumbu dengannya di kamar yang sering aku dan Tante H gunakan
bercumbu
.Suatu hari, entah kenapa,
tiba-tiba Dian memintaku untuk main ke rumahnya, katanya dia berulang
tahun. Dengan membawa seikat bunga dan sebuah kado aku ke rumahnya. Aku
pencet bel pintu dan Dian yang membukakan pintu depan. Aku
dipersilakan duduk di ruang tamu. Segera Dian bergegas masuk dan
memanggil mamanya untuk diperkenalkan padaku. Aku terkejut dan tergagu
melihat mamanya, sebab perempuan itu. Ya.. mamanya Dian sudah beberapa
kali tidur denganku di rumah Tante H
.Mama
Dian nampak pias wajahnya, namun segera mama Dian dapt cepat mengatasi
keadaan. Mama Dian berlagak seolah-olah tidak mengenalku, padahal
seluruh bagian badannya sudah pernah kujelajahi. Beberapa saat Mama
Dian menemani kami ngobrol. Dengan sikap tenangnya aku pun menjadi
tenang pula dan mampu mengatasi keadaan. Kami ngobrol sambil bercanda,
dan nampak terlihat bahwa Mama Dian benar-benar seorang Ibu yang sayang
pada putri tunggalnya itu.
Keesokan harinya, Mama Dian
menemuiku. Di ruang tamu rumah Tante H, Mama Dian menginterogasiku,
ingin tahu sudah sejauh mana hubunganku dengan Dian. Aku tidak mau
segera menjawab, tanganku segera menarik tangannya dan menggelandang
tubuhnya ke kamar. Dia berusaha melepaskan peganganku, namun sia-sia,
tanganku kuat mencekal, sehingga tidak kuasa dia melepaskan tangannya
dari genggamanku
.Kukunci pintu kamar
dan segera kuangkat dan rebahkan tubuhnya di atas kasur. Segera
kulucuti pakaianku hingga aku telanjang bulat, dan segera kutindih
tubuhnya. Dia meronta dan memintaku untuk tidak menidurinya, namun
permintaanya tak kuindahkan. Aku terus mencumbunya dan satu persatu
pakaiannya kulucuti, dan akhirnya aku berhasil memasukkan penisku di
vaginanya. Begitu penisku melesak masuk, maka Mama Dian bereaksi, mulai
membalas dan mengimbangi gerakanku. Akhirnya kami berpacu mengumbar
nafsu, sampai akhirnya Mama Dian sampai pada puncak kepuasan.
Peluhku
bercucuran menjatuhi tubuh Mama Dian, kuteruskan hunjaman penisku di
vaginanya. Mama Dian mengerang-erang keenakkan, sampai akhirnya orgasme
kedua dicapainya. Aku terus genjot penisku, aku benar-benar kesal dan
marah padanya, karena aku tahu dengan kejadian itu maka bakalan usai
hubunganku dengan Dian, padahal cinta mulai bersemi di hatiku.
Sambil
terus kugenjot penisku di vaginanya, kukatakan padanya bahwa Dian juga
sudah sering aku tiduri, namun aku sangat mencintai, menyayangi bahkan
ingin menikahinya. Aku katakan semua itu dengan tulus, sambil tidak
terasa air mataku menetes. Akhirnya dengan hentakan yang keras aku
mengejan kuat, menumpahkan segala rasa yang kupendam, menumpahkan
seluruh air maniku ke dalam kemaluannya. Badanku terasa lemas, kupeluk
tubuh Mama Dian sambil sesenggukan menangis di dadanya. Air mataku
mengalir deras, Mama Dian membelai kepalaku dengan penuh rasa sayang.
Kemudian dikecup dan dilumatnya bibirku.
Tubuhku berguling
telentang di samping kanan tubuhnya. Mama Dian merangkul tubuhku,
menyilangkan kaki kiri dan meletakkan kepalanya di dadaku. Terasa
kemaluannya hangat dan berlendir menempel di perutku, tangan kirinya
mngusap-usap wajahku. Tidak henti-hentinya mulutnya menciumku.
Sambil
bercumbu, kuceritakan semua kisah romance-ku, hingga aku sampai
terlibat dalam pergaulan bebas di rumah Tante H. Dengan sabar
didengarnya seluruh kisahku, sesaat kemudian kembali penisku menegang
keras. Segera tanganku bergerilya kembali di liang kemaluannya,
selanjutnya kembali kami berpacu mengumbar nafsu kami. Kami bercumbu
benar-benar seperti sepasang pengantin baru saja layaknya. Seolah tidak
ada puasnya. Sampai akhirnya kami kembali mencapai puncak kepuasan
beberapa kali.
Setelah babak terakhir kami selesaikan, Mama Dian
bangkit dan menggandengku menuju kamar mandi, kami mandi berendam
bersama di kamar mandi sambil bercumbu. Sambil berendam kami
bersenggama lagi. Setelah puas, kami menumpahkan hasrat kami, kami
keringkan tubuh kami dan segera berpakaian. Nampak sinar puas membias
di wajah Mama Dian.
Dengan bergandeng tangan kami keluar kamar,
kupeluk pinggangnya dan kuajak menuju ke ruang tamu. Kami duduk berdua,
kemudian berbincang mengenai kelanjutan hubunganku dengan Dian. Mama
Dian ingin agar hubunganku dengan Dian diakhiri saja, walaupun kami
sudah begitu jauh berhubungan, sekalipun Dian sudah hamil karenaku. Dia
memberikan pandangan tentang bagaimana mungkin aku menikahi Dian,
sedangkan aku dan Mama Dian pernah berhubungan layaknya suami istri,
sebab bagaimanapun kami akan tinggal serumah. Bagaimana mungkin kami
melupakan begitu saja affair kami, rasanya tidak mungkin.
Aku
dapat mengerti dan menerima alasan Mama Dian, namun aku bingung
bagaimana cara menjelaskan kepada Dian. Aku tidak sanggup kalau harus
memutuskan Dian. Akhirnya aku mengatakan ideku pada mama Dian.
Selanjutnya selama beberapa hari aku tidak menemui dan sengaja
menghindari Dian. Mamanya memberitahu kalau Dian saat ini dalam keadaan
hamil 2 bulan akibat hubungannya denganku.
Pada suatu hari, aku
ditelpon Mama Dian. Dia memberitahu kalau Dian sedang menuju ke rumah
Tante H untuk mencariku. Aku sudah tahu apa yang harus kulakukan. Saat
itu Tante H sedang menyiram tanaman kesayangannya di kebun belakang,
segera kuhampiri dia dan kuajak dia ke kamar yang biasa aku dan Dian
pakai untuk berkencan. Kulucuti seluruh pakaian Tante H dan juga
pakaianku sendiri, selanjutnya kami bersenggama seperti biasanya.
Tidak
berapa lama Dian datang dan langsung menuju ke kamarku. Terdengar
pekik tertahan dari mulutnya saat melihat adegan di atas ranjang,
dimana aku dan Tante H sedang asyik bersenggama. Terdengar pintu kamar
dibanting, Dian pulang ke rumah dengan hati yang amat terluka. Tante H
merasa tidak tega dengan kejadian itu, Tante H memintaku untuk segera
menyusul Dian, namun tidak kuhiraukan, bahkan aku semakin keras dan
cepat menghentakan penisku di liang kemaluannya.
Tante H
mengerang-erang keenakan, mengimbangi dengan gerakan yang membuat
penisku semakin cepat berdenyut. Kami mencapai orgasme hampir bersama,
aku berguling dan menghempaskan badanku ke samping Tante H. Mataku
menerawang jauh menatap langit-langit kamar, air mataku bergulir
membasahi pipiku. Inilah akhir hubunganku dengan Dian, akhir yang amat
menyakitkan. Dian pergi dariku dengan membawa benih anakku di rahimnya.
Musnah sudah impian dan harapanku untuk membina rumah tangga
dengannya.
Tante H menghiburku, dia mengingatkan aku bahwa aku
sudah membuat keputusan yang benar. Jadi tidak perlu disesali.
Didekapnya tubuhku, aku menyusupkan wajahku ke dada Tante H, ada suatu
kedamaian di sana, kedamaian yang memabukkan, yang membangkitkan hasrat
kelelakianku lagi. Sesaat kemudian kami berpacu lagi dengan hebat,
hingga beberapa kali Tante H mencapai puncak kepuasan. Aku memang
termasuk tipe pria hypersex, dan mampu mengatur timing orgasmeku,
sehingga setiap wanita yang tidur denganku pasti merasa puas dan
ketagihan untuk mengulangi lagi denganku.
Beberapa hari kemudian
aku terima telpon Dian. Sambil terisak, Dian pamit padaku karena dia
dan mamanya akan pindah ke Surabaya. Aku minta alamatnya, tapi Dian
keberatan. Dari nada suaranya nampak Dian sudah tidak marah lagi
padaku, maka aku memohon padanya untuk terakhir kali agar dapat aku
menemuinya. Dian mengijinkan aku menemuinya di rumahnya, segera aku
meluncur ke rumahnya. Untuk inilah saat terakhir aku berjumpa dengan
kekasihku.
Kupencet bel pintu, Mama Dian membuka pintu dan
mempersilakan aku masuk. Nampak wajahnya masih berbalut duka dan
kesedihan, dia amat merasa bersalah karena menjadi penyebab hancurnya
hubunganku dengan Dian. Mama Dian menggandengku menuju ruang keluarga,
nampak Dian kekasihku duduk menungguku.
Melihatku, Dian bangkit
dan menghampiriku, tidak kusangka pipiku ditamparnya dengan keras.
Kubiarkan saja agar rasa kesal dan tertekan di hatinya terlampiaskan.
Dian berdiri bengong setelah menamparku, dilihat tangannya dan pipiku
bergantian seolah tak percaya akan apa yang dia lakukan. Tiba-tiba
ditubruk dan dipeluknya badanku, dibenamkan wajahnya ke dadaku sambil
sesenggukan menumpahkan tangisnya. Aku peluk tubuhnya dan kuelus
rambutnya.
Agak lama kami demikian, kami menyadari bahwa saat
inilah saat terakhir bagi kami untuk bertemu. Mama Dian mendekat dan
merangkul kami berdua dan membimbing kami untuk duduk di kursi panjang.
Kami bertiga duduk sambil berpelukan, Mama Dian di tengah, kedua
tangannya memeluk kami berdua.
Akhirnya kesunyian di antara kami
terpecahkan dengan ucapan Mama Dian. Mama Dian mengatakan memberi
kesempatan pada kami untuk memutuskan, apakah akan kami lanjutkan
hubungan kami atau kami putuskan sampai disini saja. Berat sekali
rasanya, jika kami teruskan hubungan kami maka berarti aku memisahkan
jalinan kasih ibu dan anak tunggalnya ini. Aku menyerahkan keputusan
akhir pada Dian. Sambil terisak, Dian akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hubungan kami, saat kuingatkan bahwa di rahimnya ada benih
anakku, Dian menjawab biarlah, ini sebagai tanda cinta kasih kami
berdua, Dian akan tetap memelihara kandungannya dan akan membesarkan
anak itu dengan kasih sayangnya.
Beberapa saat kemudian aku
berpamitan, dengan berat Dian melepaskan pelukanku, namun sebelum kami
berpisah, sekali lagi Dian memintaku untuk menemaninya. Ditariknya aku
ke kamarnya, dan dengan penuh kasih sayang, dibukanya pakaianku dan
pakaian yang melekat di tubuhnya. Kami berdiri berpelukan dengan tanpa
sehelai benang menempel pada tubuh kami. Kucumbui Dian kekasihku untuk
terakhir kalinya, kugenjot penisku di vaginanya dengan lembut dan penuh
perasaan, aku khawatir kalau-kalau genjotanku akan menyakitkan anakku
yang ada di rahimnya.
Semalam kami bercengkerama, pada pagi
keesokan harinya aku berpamitan. Dengan perasaan yang amat berat,
dilepas kepergianku. Aku berpamitan pula pada Mama Dian, kucium punggung
tangannya sebagai tanda kasih anak ke ibunya, ditengadahkan wajahku
dan dikecupnya keningku dengan penuh rasa sayang. Aku menitipkan anakku
pada Dian, dan mohon padanya agar memberi kabar saat kelahirannya
nanti. Sampai disitulah akhir hubunganku dengan Dian dan mamanya.
Beberapa
hari setelah perpisahanku dengan Dian, aku merasa sepi dan sedih.
Tante H yang senantiasa menghiburku, dengan gurauan, kemolekan,
kehangatan tubuhnya, dan dengan kasih sayangnya terkadang di dalam
kesendirianku, aku teringat Tante U, dengan segala kehangatan tubuhnya.
Aku teringat moment-moment yang pernah kami jalani di salah satu kamar
di rumah Tante H.
Di salah satu kamar di rumah Tante H itulah
kami biasa mengumbar nafsu kami, saling menumpahkan rasa rindu kami,
sudah tak terhitung lagi barapa banyak aku menyenggamainya, menumpahkan
segenap rasa dan nafsuku, dan sebanyak itu kami berhubungan tak pernah
sekalipun kami menggunakan alat kontrasepsi, baik itu kondom, spriral,
tablet atau sebangsanya. Jadi kami melakukannya secara alami saja, dan
tentunya dapat dibayangkan akibatnya. Yach.., Tante U pergi dengan
membawa banyak kenangan indahku, membawa cintaku, dan membawa pula
janin dari benih yang kutanam di rahimnya.
Awal semester pertama
sudah berjalan 2 bulan lebih 5 hari, jadi tak terasa aku sudah
menempati rumah petak kontrakanku selama itu. Setiap hari aku berjalan
kaki ke tempat kuliah, yang memang tak jauh dari rumah kontrakanku.
Setiap kali aku berangkat atau pulang kuliah, aku selalu melewati
sebuah rumah yang dihuni satu keluarga dengan dua anak perempuannya,
sebenarnya 3 orang anaknya dan perempuan semuanya. Dua sudah
berkeluarga, yaitu Kak Rani dan Kak Rina, sedangkan si bungsu Yanti
masih SMA kelas 1 (baru masuk).
Kak Rani dan Kak Rina anak
kembar, hanya saja nasib Kak Rani lebih baik ketimbang Kak Rina. Kak
Rani bersuamikan pegawai Bank dan sudah memiliki rumah serta dua anak
perempuan, sedangkan Kak Rina bersuamikan seorang pengemudi box kanvas
suatu perusahaan dan belum dikarunia anak, serta masih tinggal bersama
ibunya. Bu Maman seorang janda yang baik hati dan sayang benar sama
cucunya, yaitu anak Kak Rani.
Pada mulanya aku berkenalan dengan
Yanti, Yanti termasuk gadis yang agresif, dan aku juga sudah mendengar
cukup banyak tentang petualangan cintanya sejak dia duduk di bangku
SMP, jadi masalah sex buat Yanti bukan hal yang baru lagi.
Perkenalanku
terjadi saat aku pulang kuliah sore hari, dimana hujan turun cukup
lebat. Pada saat aku berjalan hendak memasuki mulut gang, berhentilah
sebuah angkot dan ternyata yang turun Yanti dengan seragam SMA-nya.
Aku
menawarinya berpayung bersama dan ternyata dia mau. Kuantar Yanti
sampai rumahnya, setiba di rumahnya dipersilahkannya aku masuk dan
duduk di ruang tamu, sementara dia masuk berganti pakaian. Saat aku
menunggu Yanti, Kak Rina keluar dengan membawa secangkir teh hangat dan
kue. Mulutku secara tak sadar ternganga melihat kecantikan Kak Rina.
Mata nakalku tak henti melirik dan mencuri pandang padanya. Padahal Kak
Rina hanya berpakaian sederhana, hanya mengenakan daster motif bunga
sederhana, namun kecantikannya tetap nampak. Kulitnya yang putih
kekuningan dan badannya yang segar dengan buah dada yang menonjol,
semakin menambah kecantikan penampilannya sore itu.
Melihatku,
dia tersenyum, nampak sebaris gigi putih yang bersih berjajar. Aku
tergagap dan segera kuulurkan tangan untuk berkenalan dengannya. Hangat
tengannya dalam genggamanku, dan sambil menunggu Yanti selesai
berganti pakaian, dia menemaniku ngobrol. Dalam obrolanku dengan Kak
Rina sore itu, baru kutahu kalau Kak Rina sering melihatku saat aku
berjalan berangkat dan pulang kuliah. Itulah hari pertamaku berkenalan
dengan keluarga Yanti.
Pagi esok harinya, saat aku berangkat
kuliah, aku bertemu Kak Rina di mulut gang. Kami bersalaman, tiba-tiba
timbul kenakalanku, kugelitik telapak tangan Kak Rina saat kugenggam,
ternyata dia diam saja, bahkan tersenyum padaku. Sejenak kami
berbasa-basi bicara, kemudian aku cepat bergegas kuliah.
Sore
hari aku baru pulang kuliah, langit mendung tebal, sepertinya mau
hujan. Saat kubuka pintu rumah, kulihat Yanti dan teman kostku sedang
ngobrol di ruang tamu. Rupanya dia sengaja datang untukku. Tak lama
kemudian teman kostku pamit mau kuliah sore sampai jam 19.00 WIB.
Setelah aku berganti pakaian, kutemui Yanti dan kami ngobrol berdua.
Tiba-tiba aku teringat bahwa Yanti belum kusuguhi minum, cepat-cepat aku
permisi ke dapur untuk membuat minuman buatnya. Saat aku beranjak ke
dapur, Yanti mengikutiku dari belakang, dan di dapur kami lanjutkan
obrolan kami sambil kuteruskan membuat minuman.
Yanti berdiri
bersandar ke meja dapur, aku mendekatinya dan iseng kupegang tangannya.
Agaknya Yanti memang mengharapkan suasana demikian. Dia tanggapi
pegangan tanganku dengan mendekatkan tubuhnya ke tubuhku, sehingga wajah
kami berjarak hanya beberapa senti saja. Hembusan nafasnya terasa
menerpa wajahku. Kesempatan itu tak kubiarkan lewat begitu saja, segera
kusambar pinggangnya dan kucium serta melumat mulutnya.
Kami
berciuman agak panjang, lidah kami saling beradu dan memilin, sementara
sigap tanganku menggerayangi dan meremas pantat Yanti. Tanganku tidak
berhenti, terus bergerak menyingkap bagian depan roknya, dan segera
tanganku mengelus-elus vagina Yanti yang masih tertutup celana tipis,
sementara itu mulutku menjalar dan menciumi lehernya. Yanti merintih
lembut, dan semakin mempererat pelukannya.
Tangan kananku yang
sudah terlatih segera melepas kancing depan bajunya, selanjutnya
meremas-remas buah dadanya, kulepas tali BH-nya, dan segera kujelajahi
dua bukit kembarnya yang sudah mengeras. Kuhisap lembut puting susunya,
Yanti semakin menekan kepalaku ke arah dadanya.
Aku sudah tahu
apa yang dikehendakinya, segera kutarik dia ke kamarku, dan segera
kubuka resleting roknya, kulepas bajunya kemudian BH-nya. Nampak tubuh
Yanti polos tak tertutup kain, hanya CD tipisnya saja yang tinggal
melekat di badannya. Segera kuhujani Yanti dengan ciuman, kujilati
sekujur tubuhnya, kuhisap puting susunya, dan terus mulutku bergerak ke
bawah, sambil pelan-pelan tanganku melepas CD-nya.
Begitu CD-nya
lepas, segera kuserbu liang kenikmatannya, lidahku menjilati
vaginanya, sementara kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang bulat
penuh. Yanti merintih dan mengerang, dan sesaat kemudian ditariknya
bahuku ke atas, sehingga kami berdiri berhadapan. Segera dilepas
kancing bajuku, dan dilepasnya semua pakaianku. Sambil membungkukkan
badan, dihisap batang kejantananku, dijilati dan dikocoknya pelan.
Ohh.., sungguh nikmat tak terbayang.
Segera kudorong tubuhnya
telentang di atas dipan, dan lidahku terus bergerilya di kemaluannya,
juga ke dua jari tanganku ikut pula menjelajahi vaginanya. Kedua
pahanya mengangkang lebar dan nampak lubang kemaluannya sepertinya siap
melahap kejantananku bulat-bulat. Yanti mengerang-ngerang dan
memintaku segera memasukkan batangku ke dalam liang senggamanya.
"Mas.. ayo.. masukkan.. ayo Maas..!"
Hujan
di luar turun dengan deras, suara hujan mengalahkan erangan dan
teriakan Yanti, sehingga aku tak khawatir orang akan mendengar suaranya.
Kubiarkan Yanti dalam keadaan begitu sambil lidahku terus menjilati
kemaluannya. Yanti merintih dan mengerang sambil menghiba untuk segera
memulai permainan kami. Bau liang senggamanya semakin membangkitkan
gairahku, dan akhirnya aku pun tak tahan.
Segera kutindih
tubuhnya, dan kebenamkan penisku di liang vaginanya dengan satu sentakan
yang sedikit agak keras. Segera kukocok kemaluannya dengan cepat dan
keras. Yanti mengerang, merintih dan mengimbangi gerakan keluar masuk
kejantananku dengan pas, sehingga kadang terasa batang kemaluanku bagai
dihisap dan diremas di dalam liang senggamanya. Terasa penisku
berdenyut-denyut, sepertinya hendak keluar air maniku. Segera kuhentikan
gerakan kejantananku dan segara kucabut. Kugeser tubuhku dan
kumasukkan penisku ke dalam mulutnya. Segera dihisap dan dikulumnya
penisku tanpa rasa jijik. Setelah agak berkurang denyutan penisku,
segera kubenamkan lagi ke dalam kemaluan Yanti.
Bukan main,
remasan dan sedotan vagina Yanti. Aku jadi mengerti sekarang beda
antara kemaluan seorang wanita yang masih gadis dan belum pernah
melahirkan dengan wanita yang sudah melahirkan seperti Tante U. Kubalik
tubuh Yanti dan kuangkat pantatnya agak tinggi, sehingga Yanti dalam
posisi nungging. Segera kutancapkan penisku ke liang senggamanya dari
belakang. Lagi-lagi Yanti mengerang-erang, kadang menjerit kecil.
Tiba-tiba diangkat dan diputar badannya ke belakang, serta diraihnya
kepalaku serta diciumnya mulutku, sementara penisku tetap bekerja
keluar masuk vaginanya.
Berapa saat kemudian kuganti posisi, aku
berbaring telentang dan Yanti menindih tubuhku. Dipegang dan
dibimbingnya penisku masuk ke vaginanya, dan segera digoyang badannya
naik turun di atas tubuhku. Kuremas payudaranya dan kuhentakkan
pantatku ke atas, saat badan Yanti bergerak ke bawah menekan masuk
penisku ke dalam liang senggamanya. Tak lama kemudian gerakan Yanti
semakin menggila dan semakin cepat. Dari mulutnya terdengar erangan
yang semakin keras, dan akhirnya badannya menegang sambil dari mulutnya
terdengar lenguhan.
"Ughh.. Aaah.. Aaah.."
Kemudian tubuhnya menubruk dan memeluk tubuhku erat-erat.
"Mass.. aku sudah.., keluar.. ooh.. Enak..!"
Pelan
kubalik badannya, dan kutindih serta kugenjot vaginanya cepat dan
keras. Terlihat mata Yanti mendelik, membalik ke atas, mulutnya merintih
dan mengerang. Kupercepat gerakanku dan kugenjot penisku sepenuh
tenaga. 15 menit kemudian terasa penisku berdenyut-denyut. Kepala Yanti
bergoyang ke kanan dan ke kiri. Kedua kakinya menjepit pantatku,
sehingga tak ada kemungkinan aku mencabut batang kemaluanku saat air
maniku keluar nanti. Dan akhirnya dengan suatu sentakan yang keras,
kubanjiri liang senggamanya dengan cairan maniku.
Kumarahi Yanti,
karena dia tak memberiku kesempatan membuang air maniku di luar liang
kemaluannya. Aku khawatir hal ini akan berakibat fatal, yaitu Yanti
hamil. Dia hanya tertawa kecil dan memelukku erat, sambil berbisik di
telingaku bahwa dia sudah KB suntik. Aku terheran-heran mendengarnya,
karena sudah sedemikian jauhnya pengetahuan dia tentang berhubungan sex
dan menjaga diri dari kehamilan. Mendengar itu aku lega dan segera
kucium dan kulumat mulutnya. Kami bercumbu, berciuman dan bergumul di
atas dipan, kebetulan dipanku ukurannya lebar, sehingga kami leluasa
bercumbu di atasnya.
Dua puluh menit berlalu, terasa penisku
mulai menegang dan mengeras. Segera kumasukkan lagi batang kejantananku
ke vagina Yanti. Kembali kami berdua mengumbar nafsu sepuas hati, kali
ini aku tetap menjaga posisi di atas, karena aku tahu bahwa pada ronde
kedua dan ketiga aku lebih dapat mengatur dan menahan klimaks lebih
lama. Yanti mengerang dan merintih, dan akhirnya pada puncak kepuasan
yang kedua, kusemburkan lagi benih-benih manusia ke dalam rahim Yanti.
Keringat
kami telah bercampur dan membasahi tubuh kami, seprei tempat tidur
sudah berantakan tidak karuan, kami berbaring berpelukan, kepalanya di
dadaku, tangan Yanti memainkan penisku, dan sesekali kami saling
berciuman. 15 menit kemudian kami ulangi lagi hal yang sama, hingga
klimaks kami dapatkan lagi, Kembali kuguyur vaginanya dengan caiaran
maniku sambil kami berciuman panjang sekali, seolah tak akan berhenti.
Setelah
cukup beristirahat, segera kami berkemas dan berpakaian, dan tidak
lupa berjanji untuk mengulangi lagi apa yang kami lakukan sore ini.
Menjelang maghrib, kuantar Yanti pulang ke rumah, dan sebelum aku pamit
pulang, sekali lagi kupeluk pinggangnya dan kucium bibirnya dengan
mesra. Sejak hari itu, resmilah Yanti menjadi pacar tetapku, alias
pemuas nafsuku.(
Cerita Sex )
TAMAT