Cerita Seks : Mbak Nin Istri Sepupuku
- Perkenalkan, namaku Rangga (bukan nama sebenarnya). Aku sudah
mengenal situs Rumah Seks sejak lama dan suka sekali membaca cerita di
dalamnya. Kali ini aku mencoba menceritakan pengalamanku bersama Mbak
Nin yang sangat mengesankan bagiku.
*****
Pesta pernikahan
kakak sepupuku, Mas Bud, dapat dikatakan sangat meriah dan sangat
mewah. Dia memang sangat beruntung, perawakannya yang over size dengan
perut yang mirip gentong itu tidak menghalanginya untuk menikahi Mbak
Nin, seorang wanita yang sangat cantik dengan body yang sangat aduhai.
Aku pun heran, kenapa wanita secantik Mbak Nin yang memiliki tubuh
langsing dengan tinggi 170 cm itu mau menikahi Mas Bud. Apa mungkin
karena kekayaan Mas Bud? Tapi masa bodohlah, yang pasti mataku selalu
tidak bisa lepas dari Mbak Nin, dan otakku pun sibuk memikirkan sesuatu
yang sangat nakal
.Seperti biasa, setiap 2 bulan sekali diadakan
petemuan keluarga. Karena keluarga kami merupakan keluarga yang sangat
besar. Setiap pertemuan keluarga, aku selalu berusaha untuk mencuri
pandang, kecantikan dan kemolekan tubuh Mbak Nin yang sempurna itu
memang membuatku jatuh cinta dan sangat bernafsu. Ingin rasanya memeluk,
mencium dan bercinta dengannya. Tapi sayang pertemuan keluarga yang
hanya sehari semalam itu sangatlah sebentar bagiku. Aku selalu tidak
pernah puas untuk mengkhayalkan Mbak Nin
.Setelah 14 kali
pertemuan keluarga, sekitar 2 tahun setelah pernikahan Mas Bud dan Mbak
Nin, akupun kuliah di Jakarta. Karena rumahku di Bandung, aku terpaksa
harus mencari tempat kost. Tapi Mas Bud melarangku dan menyuruhku
tinggal di rumah besarnya. Aku disuruh menjaga rumah selama kepergian
Mas Bud ke negeri Belanda selama kira-kira 2 Bulan. "Sekalian menemani
Mbak Nin", demikian kata Mas Bud.
Aku jelas bersedia, selain ngirit uang kost juga bisa selalu melihat keindahan Mbak Nin.
Satu
minggu telah belalu semenjak kepegian Mas Bud. Aku pun sibuk di kampus
dengan berbagai jenis kegiatannya. Aku berusaha menyibukkan diriku agar
pikiran kotor mengenai Mbak Nin dapat aku tepis. Aku tidak mau
menghianati Mas Bud, kakak sepupuku
.Jam 7 malam tepat aku sampai
dirumah Mas Bud, yang kini hanya didiami oleh satu orang pembantu rumah
tangga, satu orang satpam, aku dan Mbak Nin. Aku lihat Mbak Nin belum
pulang. Aku pun bebersih diri dan kemudian bersantai di kursi sofa
sambil mendengarkan music klasik dari Beethoven. Dolby Digital Suround
Sound System Super DTC yang ada di ruangan tengah itu membuai diriku dan
akupun terlelap. Entah berapa lama aku tertidur di kursi sofa sampai
kemudian aku terbangun dengan dering telephone dari mesin faximile yang
ada di kantor pribadi Mas Bud
.Aku terkejut, terbangun dan
bermaksud menuju ke arah suara telephone tersebut. Belum sempat aku
beranjak dari kursi sofa, aku melihat suatu pemandangan yang sangat
mengejutkan. Pintu kamar Mbak Nin terbuka, dan keluarlah Mbak Nin dengan
rambut yang basah dan hanya di bungkus handuk berlari menuju kearah
ruang kerja Mas Bud. Dari ruang santai tersebut aku bisa melihat jelas
kearah ruang kerja Mas Bud. Aku lihat Mbak Nin sedang berbicara dengan
seseorang di telephone tersebut.
Handuk itu membungkus tubuh Mbak
Nin mulai dada sampai sampai perbatasan antara pantat dan pahanya.
Hatiku berdebar sangat keras melihat itu semua. Terlihat betapa
sintalnya tubuh Mbak Nin. Walaupun terbungkus handuk, bentuk pinggul dan
pantatnya dapat terlihat jelas. Jantungku tambah tidak karuan ketika
Mbak Nin mengambil sebuah buku dari lemari atas yang membuat handuk
tersebut semakin terangkat
."Oh, My God!" Ternyata Mbak Nin tidak
memakai CD, terlihat belahan pantatnya yang sangat bulat, padat, putih
dan mulus tak bercacat. Mbak Nin membalikan tubuhnya, aku terkejut dan
tetap pura-pura tertidur. Mbak Nin kemudian duduk diatas meja kerja Mas
Bud dan membaca buku yang baru saja diambilnya. Hal ini membuatku
semakin gila. Kali ini Mbak Nin menyilangkan kakinya yang ramping itu
agak tinggi sehingga handuknya makin naik ke atas. Benar-benar merupakan
pemandangan yang sangat indah, pahanya yang putih mulus serta padat
berisi itu membuat jantungku serasa mau copot
."Pletak..!" Tak
sengaja kakiku menyenggol vas bunga di atas meja didepan kursi sofa
tempat aku berbaring. Aku kaget setengah mati takut ketahuan Mbak Nin.
Untung aku tidak kehabisan akal, aku bangun dan membenarkan posisi vas
bunga tadi dengn terus berpura-pura tidak menyadari keberadaan Mbak Nin.
"Apaan tuh?" Tanyanya yang kemudian aku jawab dengan singkat.
"Eh.., ini Mbak vas bunganya jatuh." Jawabku.
"Rangga, kesini deh sebentar..!" Aku kaget setengah mati, Mbak Nin memanggilku.
Aku
berjalan dengan pura-pura sempoyongan karena masih mengantuk. Aku
berjalan menuju ruang kerja Mas Bud. Kulihat dari dekat Mbak Nin dengan
posisi yang masih sama memandangiku. Perpaduan antara betis indah dengan
paha yang putih, mulus padat berisi itu semakin jelas.
"Duduk sini!" Perintahnya sambil menunjukan kursi yang berada tepat didepan meja yang diduduki Mbak Nin.
Aku
menurut tanpa sepatah katapun. Setelah aku duduk di depannya, Mbak Nin
mengangkat kaki kanannya dan meletakkan telapak kakinya tepat diantara
pahaku. Aku hanya terdiam dengan jantung yang semakin kencang. Entah apa
maksud Mbak Nin.
"Nih, lihat.., tadi pagi aku kesandung, dan
jari kelingkingku sedikit memar." katanya sambil tak hentinya kutatap
kakinya yang indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih
sangatlah indah bila di pandang dan di pegang.
"Mau nggak pijitin kaki Mbak?" Aku pun langsung meraih betis yang indah itu.
Mbak
Nin mengangkat kaki kanannya dari pangkuan kaki kirinya. Aku tak
menyadari gerakan itu karena pikiran dan mataku saat itu terfokus kepada
sesuatu diantara kedua belah paha Mbak Nin. Aku terkejut, telapak kaki
kiri Mbak Nin tiba-tiba membelai dan memutari daerah kemaluanku yang
masih tegang dan terbungkus celana jeansku. Aku memandangi Mbak Nin
dan..,
"Jangan kegat, Mbak tau koq, dari dulu kamu selalu merhatiin Mbak terus khan?" Katanya.
Aku heran dari mana Mbak Nin tahu kalau aku emmang selalu mengagumi keindahannya.
"Mbak Nin juga selalu merhatiin kamu, cuma kamu aja yang nggak pernah sadar." Katanya lagi.
"Kamu sayang Mbak Nin nggak?" Tanyanya.
"Ssayang mm.. mb.. mbak!" Jawabku terbata-bata.
"Mbak Nin juga sayang kamu"
"Bener deh!"
"Kalo kamu sayang Mbak Nin, kamu tolongin Mbak Nin mau khan?" Tanyanya.
"Mau Mbak, tolong apaan?" Tanyaku lagi.
"Cium betis Mbak Nin donk sayang!"
Baru
kali ini Mbak Nin memanggilku sayang, bisanya Mbak Nin hanya memanggil
namaku. Tanpa satu pertanyaan pun aku ciumi betisnya yang putih dan
indah itu. Aku tidak hanya menciumi betis itu, sesekali aku menjilati
betis itu. Makin lama makin ke atas sampai ke pahanya. Mbak Nin
menggelinjang hebat, desahannya membuatku semakin buas.
"Ah..,
sayang.. terus sayang.. enak..!" Aku menjadi semakin nekat, makin lama
aku makin keatas terus dan kemudian bibirku tak hentinya menciumi paha
Mbak Nin. Semakin lama semakin keatas.
"Cium aku sayang!" Tiba-tiba Mbak Nin menghentikan gerakanku.
Dengan
kedua tanggannya Mbak Nin menarik kepalaku dan membimbingku untuk
mencium kedua bibirnya yang sangat tipis dan berwarna merah muda. Kita
berdua akhirnya saling berciuman. Sesekali lidahku masuk kemulutnya dan
begitu pula sebaliknya. Lidah kita saling bermain di dalam mulut. Aku
dapat merasakan, kedua tangan Mbak Nin berusaha membuka ikat pinggang
kulitku. Aku terdiam saja, sampai akhirnta Mbak Nin menyelipkan
tanggannya ke balik celanaku. Mbak Nin meraih batang kemaluanku, aku
terus menciuminya sambil mencari ikatan yang mengikat handuk Mbak Nin.
"Mbak aku lepas ya handuknya?" Kataku.
Mbak
Nin hanya menganggukan kepalanya sambil terus memandangiku. Tak lama
kemudian aku lihat Mbak Nin sudah telanjang bulat didepanku, tanpa
sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang langsing, putih, mulus dan
padat tersebut. Terlihat jelas olehku kedua bukit kembarnya. Besarnya
tidak seberapa, tetapi memiliki bentuk yang sangat indah. Kencang,
Padat, keras dengan puting yang sedikit mencuat keatas. Aku tak sabar,
mulutku langsung mendarat tepat di puting susunya. Saat itu aku lakukan
segala sesuatu yang bisa mulutku lakukan. Menjilati, menciumi dan
menghisap. Kulakukan itu secara bergantian antara yang kiri dan kanan.
Aku benar-benar asyik dengan kesibukanku saat itu.
"Ah, sayang.. terus sayang.. oh." Aku menjelajahi seluruh tubuh bagian atasnya.
Dari
kedua bukit kembarnya, aku ber alih ke ketiaknya. Aku angkat ke dua
tangannya. Ketiaknya yang tanpa bulu dan beraroma wangi itu aku jilati
dengan ujung lidahku. Mbak Nin menjepit kepalaku.
"Ah, jangan disitu dong, aku nggak kuat, geli!" akupun beralih ke perutnya.
"Busyet..!" Pikirku, tak sedikitpun lemak yang aku temukan di perutnya.
Sambil
menciumi dan menjilati perutnya aku penasaran apakah ada sedikit saja
lemak yang bertengger di perutnya. Aku memutar ke pinggangnya.
"Ah..sayang, ternyata kamu nakal..!" Mbak Nin mulai meracau.
Aku terus memutari bagian perutnya yang ternyata tak ada lemak sama sekali.
"Hebat.., a perfect woman." pikirku.
"Tak ada, ya.. betul.. sama sekali.., tak ada cacatnya sama sekali tubuh wanita ini." pikirku.
"Putih, mulus, padat, bersih, tak berlemak dan kencang." aku terus menikmati menjilati tubuhnya.
"Buka
celana kamu sayang..!" Mbak Nin menyuruhku, aku pun melorotkan celanaku
sekaligus dengan CD ku, sehingga akupun telanjang bulat.
Batang kemaluanku sudah benar-benar mencuat keatas.
"Wow, Punya kamu udah bangun rupanya."
"Tunggu sebentar ya."
Mbak
Nin naik keatas meja, seluruh tubuhnya benar-benar di atas meja. Mbak
Nin mengatur posisinya, dan akhirnya Mbak Nin nungging diatas meja
dengan wajah tepat di depan kemaluanku. Tangannya kirinya meraih dan
menarik batang kemaluanku. Aku menurut saja bagaikan kerbau yang di
cocok hidungnya. Mbak Nin mulai menciumi kepala kemaluanku.
"OH..,!" Sekarang giliranku yang merasakan nikmatnya permainan yang Mbak Nin lakukan.
Mula-mula
hanya kepala kemaluanku yang merasakan hisapan, jilatan, dan sedikit
sentuhan giginya yang putih bersih. Lama kelamaan Mbak Nin membenamkan
batang kemaluanku sedikit demi sedikit kedalam mulutnya.
"Ah.., Uh..!" Aku mendesah pelan dengan sedikit menyeringai untuk menahan gejolak yang sedang berkecamuk di dalam tubuhku.
Aku
nggak mau hal ini cepat selesai. Mbak Nin terus mempermainkan batang
kemaluanku. Kadang sesekali Mbak Nin mengulum kedua bijiku. Hal ini
membuat kusedikit mules, tapi kenikmatan yang aku raih jauh dari itu
semua.
Aku tak mau diam, aku julurkan tangan kananku untuk meraih
perbatasan punggung dan belahan pantatnya. Untuk mengimbangi
permainannya, pantat Mbak Nin yang terlihat nungging, ku remas dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri masih meraba-raba punggung Mbak Nin,
aku raba dan aku belai punggung yang putih mulus itu. Tanganku bergerak
turun menelusuri celah pantatnya, dan sekarang menuju liang
kemaluannya. Kemaluan itu kemudian aku sentuh dari belakang, dan terasa
sudah sangat basah dan merekah. Aku belai-belai bibir luar kewanitaannya
dan akhirnya ku belai-belai clitoris-nya. Merasa clitoris-nya tersentuh
oleh jari saya, pantat Mbak Nin semakin dinaikkan, dan terasa tegang,
kuluman ke batang kejantanan ku semakin kencang dan buas. Melihat
perpaduan antara belaian klitoris, punggung yang putih mulus dan kuluman
rudal, suara kami jadi semakin maracau.
Kocokan mulutnya
terhadap Batangku semakin lama semakin dalam dan cepat. Kadang kepalanya
naik dan turun, tetapi kadang kepalanya juga sedikit berputar. Sedikit
perubahan gerak dari kepalanya, terasa sangat nikmat aku rasakan. Aku
mulai kehilangan kendali, ada sesuatu yang bergejolak di atas pangkal
batang kemaluanku. Entah mengapa, tangan kanannya menyentuh perutku dan
mendorongku. Dorongannya sedikit kuat sehingga aku terduduk di kursi
lagi.
"Plop..!" Terdengar suara yang lucu akibat terlepasnya batang kemaluanku dari mulut mungilnya.
"Sekarang
giliran kamu sayang." Seakan Mbak Nin tahu, bahwa aku sudah mulai
kehilangan kendali. Mbak Nin menghentikan permainannya dan mengatur
posisinya lagi.
Aku dapat melihat dengan jelas. Lubang kenikmatan
Mbak Nin yang bewarna merah muda dan merekah itu. Aku memandanginya
sejenak. Betapa indah lubang surga Mbak Nin yang membuatku seakan tak
bernafas menahan gelora dan aliran listrik yang mulai over load. Jari
tengah tangan kanan Mbak Nin mempermainkan lubang surganya kekiri,
kekanan, keatas, dan kebawah sehingga tampak kemaluan Mbak Nin kembang
seakan kembang kempis. Sesekali Mak Nin Mempermainkan clitoris-nya
sendiri. Tak berapa lama, wajahnya yang cantik dengan rambutnya yang
hitam legam dan panjang itu menengok kebelakang, matanya yang semula
bulat kini redup, dan dari bibirnya yang indah Mbak Nin berkata," Kamu
mau ini khan?" ujar Mbak Nin yang posisinya semakin menungging untuk
menunjukan keindahan ludang surganya kepada ku agar lebih jelas dan agar
aku semakin gila.
"Cukup sudah..!" Pikirku.
"Aku nggak tahan
lagi." Maka aku dekatkan batang kejantananku yang sudah tegak keras
keatas dengan lubang kewanitaannya yang semakin harum dan basah itu.
"Ah.. sayang.. Ufhh!" Aku tempelkan kepala batang ku ke clitoris-nya dan aku gesek-gesekan ke sekitar lubang kenikmatannya.
"Sekarang
sayang, sekarang." Mbak Nin sudah tidak bisa menahan hawa nasfunya.
Tangan kirinya menjulur ke belakang dan meraih batang kemaluanku. Mbak
Nin membimbingnya mendekati gua surga itu, dan..
"Ss.. slek!" secara perlahan dan mantap, batang kemaluanku telah terbenam di lubang kenikmatan Mbak Nin.
Aku
dorong pantatku secara amat sangat perlahan sehingga batang kemaluanku
pun masuk secara amat sangat perlahan pula. Mulai dari bagian kepala
kemaluanku, kemudian bagian leher, kemudian bagian batang, hingga
semuanya amblas sampai ke pangkal kelamulanku.
"Ahh.." Mbak Nin dan akupun mendesah menahan kenikmatan yang tiada tara tersebut seiring dengan pergerakan batang kejantananku.
Aku
sengaja tidak langsung mengocokkan kontolku, aku diamkan semua bagian
kejantannanku tetap habis amblas di lubang surganya sejenak. Aku rasakan
sejenak betapa rasa lembab, basah, dan hangat yang luar biasa indah
menyelimuti kemaluanku. Walaupun kemaluanku masih belum bergerak, aku
dapat merasakan kemaluan Mbak Nin yang tidak hanya sempit, tapi juga
dapat menghisap dan menekan-nekan kemaluanku.
Tanpa menarik
kontolku, aku gerakan pantatku kedepan tiga kali sehingga.., "Bleb,
bleb, bleb..!" Posisi Mbak Nin pun sedikit maju karena tekanan dari ku.
"Oh.., Ah.., Oh..!" Desahan Mbak Nin seiring dengan tekanan tadi.
"Sayang, cepat donk, pompa aku semau kamu!" Pinta Mbak Nin.
Aku
mulai menarik dengan perlahan kemaluanku sampai sebatas leher
kemaluanku, kemudian aku tekan perlahan, tapi hanya sampai setengah
batang kejantananku, kemudan aku tarik, aku tekan setengah, tarik,
tekan, tarik tekan.. terus begitu secara berulang. Aku melakukan dengan
cara yang aku baca dari buku kama sutra, yaitu, aku tarik keluar
kejantananku sampai sebatas leher dan kemudian aku masukan hanya
setengah dari batang kejantananku sebanyak 10 kali, dan kemudian
diselingi 1 kali keluar sebatas leher dan masuk sampai amblas semua
batangku dan menahannya sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Mbak
Nin untuk melakukan gerakan berputar.
"Crek, crek.. crek.. crek."
Suara indah itu terulang sepuluh kali, diselingi dengan.. "Sleb.."
sebanyak sekali "Plok, plok, plok, plok..!" Suara yang muncul akibat
benturan antara pangkal pahaku dengan pantat putih mulus Mbak Nin
membuat suasana semakin indah. Memek Mbak Nin memang gila. Betapa aku
tak perlu mengangkat pantatku sedikit keatas agar mendapat gesekan dan
tekanan pada bagian atas batang kemaluanku, atau ke bawah agar
gesekannya lebih terasa di bawah, atau kekiri, atau kekanan.., semua itu
tidak perlu sama sekali. Kemaluan Mbak Nin yang benar-benar lubang
surga itu sudah sangat sempit, sehingga menekan dan menggesek semua
permukaan kontolku, dari ujung kepala sampai ke pangkal kemaluanku.
Aku
tak bisa lagi mengatur gerakanku, semakin lama gerakanku semakin cepat,
dan tekanannya pun semakin keras. Dari posisiku yang di belakang, aku
dapat jelas melihat penisku keluar masuk cepat ke lubang vaginanya, dan
saking pasnya, terlihat bibir vagina Mbak Nin itu tertarik keluar setiap
batangku kutarik keluar.
"Oughh, ough.., ah.., oh.., kamu hebat sayang." Mbak Nin terus mendesah dan meracau.
Sesekali
dengan posisinya yang menungging, tangan kanan Mbak Nin kebelakang dan
menyentuh perutku untuk menahan tekanan yang aku lakukan. Aneh memang,
Mbak Nin menahan laju tekanan penisku dengan tangannya, tetapi Mbak Nin
terus meracau..
"Terus sayang, ah.., terus, terus sayang..!"
Buah
dada Mbak Nin terpental-pental dan desahannya benar-benar
menghanyutkan, seperti suara musik terindah yang pernah aku dengar.
"Ahh.. shh sshh sayang, Ohh.. enakk.. Uhh uhh.. hmm.. Enak sayang.. terus!" Seru Mbak Nin.
"Aowww..!" Tiba-tiba Mbak Nin sedikit berteriak.
"Kenapa Mbak, sakit ya?" Tanyaku yang hanya di jawab dengan senyum dan gelengan kepalanya saja.
"Teruskan sayang aku suka koq." Katanya.
Aku
berpikir mungkin gerakanku terlalu kuat, ditambah liang vagina Mbak Nin
yang begitu sempitnya. Maka aku ambil inisiatif untuk mengangkat kaki
kanannya. Aku angkat kaki kanannya agar lubang surga Mbak Nin sedikit
lebih longgar, sehingga Mbak Nin dapat lebih menikmatinya.
"Oghh, ff, sayang kamu memang hebat!" Katanya.
Karena
gesekan yang terjadi sedikit berkurang, aku semakin cepat melakukan
gerakan maju mundur dengan sedikit gerakan keatas akibat terangkatnya
kaki kanan Mbak Nin dengan tangan kananku. Semua hal itu tidak
mengurangi kenikmatan yang aku rasakan, bahkan percintaan kami menjadi
lebih variatif, sampai suatu saat aku turunkan lagi kaki kanannya dan
kedua tanganku memegang pinggulnya kuat-kuat sambil sesekali meremas
pantatnya yang bulat indah itu. Dan..
"Oughh.. sayang.. aku keluar..!" Vagina Mbak Nin kurasakan semakin licin dan hangat, tapi denyutannya semakin terasa.
Aku
dibuat terbang rasanya. Aku hentikan gerakan maju mundurku, sekarang
aku benamkan seluruh batang penisku ke liang vagina Mbak Nin sambil
terus mendenyutkan batang kemaluanku. Aku tekan dengan kuat penisku
sambil menahan pinggulnya yang indah. Aku yakin benar, denyutan yang aku
buat di batang kemaluanku dan tekanan hebat terhadap kewanitaannya
membuat orgasme Mbak Nin makin hebat dirasakannya. Terbukti dari
kenikmatan orgasmenya itu, sekonyong-konyong membuatnya terbangun dari
posisi nunggingnya disertai kedua tanggannya menjambak rambut kepalaku
dengan kuat dan wajahnya yang menyeringai menahan gejolak kenikmatan
surgawi.
"Huff, huff, huff..!" Nafas Mbak Nin menunjukan dia baru saja mengalami sensasi elektrikal yang hebat menjalar di tubuhnya.
Tubuhnya
sedikit lemas. Aku tahan beban tubuhnya dengan tangan kiriku yang
kemudian melingkari pinggulnya yang padat dan mulus itu sementara tangan
kananku mengambil kursi tadi dan kemudian aku duduk di kursi itu sambil
memangku dan menciumi bibirnya yang merah merekah.
"Oh sayang, aku keluar, oh enaknya." Mbak Nin berbisik padaku sambil sesekali mencium telingaku.
Batang
kejantananku pun masih terbenam di dalam kewanitaannya. Apa lagi dengan
Mbak Nin di pangkuanku, membuat batang kemaluanku amblas habis sampai
di pangkalnya. Hanya saat ini tidak terjadi gerakan-gerakan yang
berarti.
"Kamu belum keluar ya?" Tanya Mbak Nin, aku diam saja dengan sedikit menggelengkan kepala.
Aku
biarkan Mbak Nin berbicara, karena memang aku menikmatinya. Aku biarkan
Mbak Nin beristirahat sebentar sambil menciumi wajah ku disertai
tangannya yang terus-terusan meraba biji pelerku. Rasa hangat di batang
kemaluanku masih begitu terasa, ingin rasanya aku gerakan lagi. Tapi aku
bersabar, aku biarkan bidadariku mengumpulkan tenaganya untuk
pertarungan tahap berikutnya. Tak berapa lama, aku coba mendenyutkan
batangku.
"Ah, aow.. geli dong sayang..!" Mbak Nin berceloteh sambil disertai tawanya yang manja.
"Kamu masih kuat nggak, sayang?" Aku tidak lagi terdiam, pertanyaan ini harus kujawab.
"Masih donk, Mbak." Kataku, aku masih tetap untuk berusaha menahan diri.
"Pindah ke kamarku yuk?" Ajak Mbak Nin.
"Tapi jangan di lepas ya sayang, punyaku masih betah sama punyamu." Celoteh Mbak Nin.
Secara
perlahan dan berhati-hati aku bangun dari kursi itu. Dengan posisi
membelakangiku, aku bawa Mbak Nin keatas meja. Dan secara perlahan aku
putar tubuh Mbak Nin dengan amat sangat hati-hati karena Mbak Nin tidak
ingin kontolku terlepas dari memeknya, begitu pula aku. Dengan sedikit
kerjasama, akhirnya kami berdua sudah saling berhadapan. Mbak Nin
langsung ku gendong dengan penisku yang masih tatap tertanam. Kedua
belah kaki panjang Mbak Nin mengempit pinggangku erat-erat. Aku pun
melangkah ke kamar Mbak Nin.
Sesampai di kamar, aku rebahkan
tubuh Mbak Nin di tempat tidur yang masih rapi. Tampak olehku kedua susu
Mbak Nin yang indah. Puting susu yang kemerahan itu membuatku langsung
melumatnya. Mbak Nin hanya bisa mendesah dan menggigit bibir bawahnya.
Ketika aku baru menggerakan pantatku keatas Mbak Nin, menghentikan
gerakanku..
"Sayang, tadi kamu yang kerja, sekarang giliran aku donk!"
"Aku
pengen di atas ya!" Belum sempat aku jawab, Mbak Nin sudah mendorong
tubuhku, sehingga aku mau nggak mau merebahkan tubuhku diatas kasur
empuk tadi. Mbak Nin sekarang sudah ada di atasku tepat membentuk sudut
90 derajat dengan tubuhku.
"Luruskan kakinya sayang!" Perintah Mbak Nin sambil memegang kedua pahaku dan meluruskan kakiku.
Kedua
tangan Mbak Nin kemudian memegang kedua puting susunya dan meremas
kedua payudaranya sendiri, dan mulai menangkat pantatnya dan
menurunkannya kembali. Saat ini dialah yang memompaku. Aku baru sadar,
bahwa Mbak Nin saat ini tiada lain adalah kuda liar yang tak terkendali.
Dia bergerak keatas dan kebawah yang kemudian di selingi dengan
memutarkan pinggulnya yangjuga disambung dengan gerakan maju mundurnya.
Maju,
mudur, atas, bawah, kiri, kanan, putar. Serasa penisku dipermainkan
seenaknya. Mbak Nin menjadikan batang kemaluanku sebagai budak nafsunya.
Kedua tanganku sibuk meremas-remas payudaranya, memelintir dan mencubit
punting susunya, dan memegang pinggulnya. Sesekali dia membungkukkan
badannya untuk menciumiku. Aku tidak diijinkannya untuk bangun dan
mencium bibir atau pun buah dadanya. Saat ini dia terus memegang
kendali. Kontolku semakin panas, rasa nikmat menjalar keseluruh tubuhku.
"Oh.. Mbak Nin, terus Mbak..!" Aku mulai meracau.
Betapa
liarnya wanita ini. Rasa hangat dan nikmat yang tak terhingga mulai
merambah batang kejantananku yang semakin lama mulai aku rasakan desiran
yang hebat. Aku memejamkan mata dan meremas pinggul dan susu Mbak Nin.
Aku tahan gejolak kenikmatan surgawi ini. Aku tak ingin benteng
pertahananku Bobol, sebelum bidadari diatasku memuaskan diri memperbudak
batang kemaluanku. Kempotan memek Mbak Nin semakin lama semakin kuat.
Kemaluanku terasa terjepit dan semakin terjepit. Basah, lembab, licin,
dan hangat menjadi satu menciptakan sensasi kenikmatan yang luar biasa.
Aku berusaha menahan serangan sang bidadari. Kejadian tersebut terus
berulang. Nafas kita berdua menderu-deru. Tubuh kami penuh dengan
keringat.
"Oh.. Ah.. Oh.., Oughh, Off, Aowww..!" Mbak Nin pun sudah tidak lagi mendesah.
Desahannya
di ganti dengan teriakan dan jeritan kecil. Gerakannya makin liar. Aku
merasa kasihan melihat batangku diperbudak sedemikian rupa, tapi apa
daya, kenikmatan yang aku rasakan lebih dari segalanya di dunia ini.
Mendadak kulihat tubuh Mbak Nin mengejang. Mbak Nin menengadahkan
kepalanya. Urat lehernya nampak, dia berteriak kecil.
"Aaoowww..!"
Kurasakan semburan lava panas menyelimuti batangku yang masih terbenam.
"Oh..!" kataku.
Nikmat
sekali rasanya. Mbak Nin menjatuhkan tubuhnya didalam pelukanku. Dia
mengalami orgasme lagi, hanya kali ini dia tidak mampu berkata apa-apa
lagi. Tampak betapa lelahnya dia. Tapi untuk kali ini aku tak bisa
memberi waktu lagi untuk Mbak Nin beristirahat. Aku sidah hampir
dipuncak, mulai terasa olehku puncak kenikmatan yang sebentar lagi aku
rasakan. Aku balikan tubuhku sehingga tubuh mulus Mbak Nin ada di
bawahku.
"Oh sayang, aku tadi keluar lagi..!"
"Aku sudak
cap..'" Belum sempat dia selesaikan ucapannya, aku sumpal kedua belah
bibirnya dengan mulutku. Aku bimbing kedua betis Mbak Nin agar bertumpu
di kedua bahuku. Aku mulai memompa dengan cepat dan dahsyat.
"Oh..sayang, kamu cepat keluar ya sayang..!"
"Aku sudah mulai lelah!"
Aku
terdiam dan hanya terus memompa kemaluanku sampai amblas dan menariknya
keluar sampai sebatas leher. Aku sudah tidak dapat mengendalikan
tubuhku sendiri. Seakan tubuhku bisa bergerak sendiri semaunya.
"Oh.. ampun sayang..!" Desah Mbak Nin
Aku
sedikit takut, jikalau Mbak Nin tidak bisa memuaskan aku saat itu. Tapi
aku tak perduli. Aku kemudian berinisiatif, aku keleuarkan sejenak
kontol ku dari lubang hangat Mbak Nin sejenak, kemudian aku angkat
pinggul Mbak Nin dan aku ambil tiga buah bantal untuk mengganjal pantat
Mbak Nin. Sehingga Vagina Mbak Nin terbuka dan terlihat Itil Mbak Nin
yang mencuat. Keindahan vagina Mbak Nin yang berwarna merah muda dan
dihiasi dengan clitoris-nya yang kecil mungil itu membuatku semakin
buas.
Aku arahkan dan aku masukkan kembali batangku kedalam
lubang surga milik Mbak Nin tersebut. Hanya kali ini aku memasukkannya
dengan cepat dan tepat tanpa basa-basi lagi. Lalu aku memompanya dan
terus memompanya dengan cepat sekali sambil jari-jemari tangan kananku
mempermainkan clitoris--nya. Entah mengapa, teriakan dan desahan Mbak
Nin berubah lagi, yang asalnya, "Aku capek sayang, ampun.., aku
capek..!", telah Berubah menjadi.., "Terus sayang, aku sanggup keluar
sekali lagi.. terus sayang.. teruuss!"
Desahan dan jeritan kecil itu membuatku semakin semangat. Aku genjot terus, terus dan terus..!
"Oh sayangku, aku mau keluar lagi..!" Kata Mbak Nin.
"Sebentar sayang, sebentar lagi aku juga keluar.. taah.., ttahan dulu ya sayang..!" Aku mulai nggak keruan.
Genjotan
kontolku, goyangan pinggul Mbak Nin, dan kempotan memek Mbak Nin.
Membuat segalanya tak terkendali. Ketika kulihat Mbak Nin mulai
menengadahkan kepalanya dan urat lehernya mulai mengejang. Aku segera
mempercepat genjotanku, dan akhirnya..
"Aakkhh..!" Kami berdua
berteriak kecil, kedua tangan Mbak Nin memegang pantatku dan menekannya
dengan keras kearah memeknya sampai kejantananku amblas habis tak
bersisa satu mili pun. Aku membungkukan badanku dan menyelipkan
pergelangan tanganku ke ketiaknya dan telapak tanganku mengangkat
kepalanya sehingga aku bisa mencium bibirnya.
"Crot.. serr.. crot.. serr.. crot.. ser.."
Entah
berapa kali cairan puncak kenikmatan surgawi ku menyembur dan bertemu
dengan cairan kenikmatan tiada tara nya Mbak Nin. Cairan kenikmatan kami
saling bertemu di dalam vagina Mbak Nin. Mungkin sekitar 40 atau 50
detik, kita berdua saling merengkuh puncak kenikmatan itu. Kehangatan
yang amat sangat indah itu menyelimuti kejantananku. Kontolku terus
berdenyut seiring dengan memek Mbak nin yang juga berdenyut. Kita berdua
tidak sanggup lagi berkata apapun juga. Tubuh Mbak Nin tergeletak di
samping tubuhku. Aku berusaha untuk mengangkat tubuhnku dengan tenagaku
yang terakhir.
Aku cium bibirnya dan Mbak Nin pun berkata, "Yy..
yang terakhir itu.. ad.. adalah or.. orgg.. orgasme ku yang paling
lama..", lalu kami berdua pun tidur saling berpelukan sampai keesokan
paginya.
Semenjak itu kami bagaikan sepasang burung yang sedang
kasmaran. Diluar kesibukan kami sehari-hari selalu kami gunakan untuk
bercinta dan bercinta. Tiada hari yang kami lewatkan tanpa sex. Kami pun
sering membaca buku tentang sex agar kami berdua selalu bisa
terpuaskan, dan yang paling penting, memuaskan. Kami pun tak tahu waktu
dan tempat. Kadang kami melakukannya di Garasi, di meja dapur, di sofa,
di dalam mobil, di kamar mandi, di kolam renang, di halaman rumah, di
atas rumput, bahkan kami pernah melakukannya di dalam lift sebuah Mall
yang saat itu mendadak macet dan kami terjebak di dalamnya.