Cerita Sex : Ngentot Cewek Bali
Ditariknya dengan keras tanganku untuk menjauh dari kemaluannya, dan
dengan tiba-tiba dia terbangun, didorongnya perlahan tubuhku sampai
telentang dan dia mulai merabaku dengan ganas, ditariknya kancing
bajuku, celanaku, semuanya terlepas tinggal celana dalamku saja, kami
tersenyum dan dengan perlahan Eni mulai melakukan aksinya, dihisapnya
dadaku dan dikecupnya perlahan, dia meraba celana dalamku dari luar
pelan dan terasa nikmat, tangannya yang lentik mulai merambah ke dalam
celana dalamku dan “Breet”, ditariknya keluar batang kemaluanku yang
sudah tegak berdiri.
Perkenalkan dulu namaku Tony pegawai Bank
swasta di kota Malang. aku mengikuti tour jasa wisata umum di kotaku
untuk menuju ke pulau Bali. Bis direncanakan berangkat pukul 17.00 dari
tempat jasa wisata tersebut. Peserta berkumpul dan mulai masuk bis yang
disediakan dengan nomor kursi yang telah ditetapkan. Peserta
kebanyakan kaum muda yang sedang lelah bekerja dan ingin santai
menikmati suasana lain di luar kantor.
“Permisi, di sini tempat
duduk Nomor 6B?”, tanyaku pada seorang wanita yang duduk di sebelah
jendela dengan kaca mata hitam yang tetap terpasang di matanya.
“Oh iya benar, mari silakan”, jawabnya seraya melepas kacamata serta mengemasi barang-barangnya yang menempati tempat dudukku.
Aku
taksir, dia berusia sekitar 26 tahun dengan tinggi badan berkisar 165,
cukup tinggi tentunya, rambut hitam pekat, kulit putih mulus serta
memakai baju yang cukup ketat dengan kancing terbuka sebiji dan warna
kontras dengan kulitnya yang putih, alis matanya cukup tebal dan..,
ukuran dadanya kuperkirakan 34 dengan cup B seolah akan menyembul
keluar, aku menarik nafas dalam-dalam. Aku duduk dengan sedikit
basa-basi menanyakan sudah berapa kali dia mengikuti acara seperti ini,
dia jawab sering tetapi melalui biro jasa ini masih sekali.
Bis
berjalan perlahan meninggalkan kota Malang, kami masih asyik berbincang
sambil sesekali aku melirik bagian dada yang cukup menantang tersebut,
kubayangkan seandainya dada tersebut dapat kuraih, ahh.., Gaya
bicaranya yang lugas dan tanpa ditutup-tutupi membuatku betah untuk
terus bercakap mulai masalah ringan sampai masalah yang spesifik. Dia
bernama Eni.
“En.., Sorry ya kamu udah married ya”, tanyaku seenaknya.
“Lho kog nanyanya ke situ, emangnya kenapa sih Mas Ton”, rengeknya manja.
“Terus kalo aku udah merried kenapa dan kalo belum kenapa kog serius banget sih”, sambungnya sambil tersenyum.
“Eh
nggak kog cuman nanya aja biar aku tahu siapa kamu, ntar kalo kita
akrab aku takut ada yang marah”, jawabku pura-pura bingung.
“Aku cerita ya, nanti ganti kamu ya”, aku cuma mengangguk mendengarkan.
“Aku
kawin muda 18 tahun karena kecelakaan Ton, dan setelah anakku lahir
suamiku tidak bertanggung jawab terhadap keluarga, akhirnya aku bercerai
dan melanjutkan kuliah sampai selesai dan berusaha sendiri dengan
modal yang diberikan orang tuaku, aku bergerak dibidang percetakan,
anakku berusia 7 tahun tinggal bersama orang tuaku hanya sesekali saja
aku menjenguknya jika rindu, ah.., udah ah jangan diterusin, aku ke
sini ini bukan untuk bagi cerita lho, aku pengin santai abis kerja gitu
aja.., nah akupun juga demikian nggak pengin tahu kamu lebih jauh yang
pentingsaat ini kita satu bis bersama kan”, jawabnya lugas.
“Iya deh sorry aku nggak nanya lagi”, sambil kutoleh wajahnya dan tak lupa kucuri pandang ke arah dada yang montok itu.
Malam
semakin larut aku semakin akrab saja sama Eni, kusodorkan jaketku
melihat dia merasa kedinginan karena AC di bis cukup kencang, sedangkan
dia memakai pakaian yang cukup minim. Dia menerima dan menutupkan pada
bagian depan dadanya. Eni kelihatan mulai mengantuk. Tanpa terasa Eni
mulai terlelap dan bersandar di bahuku. Terasa hangat, dengan sedikit
keberanian kujulurkan tanganku untuk memeluknya, aku beruntung karena
dia tidak menghindariku bahkan semakin menempatkan diri dalam
rengkuhanku.
Bis sudah memasuki kota Situbondo dan Eni semakin
terlelap dalam tidurnya. Sebagai lelaki normal melihat hal seperti ini
timbul rasa isengku setelah menyadari bahwa benda lunak di dada Eni
menempel pada kulitku, lunak dan lembut apalagi pada waktu bis melewati
jalan berliku dan bergelombang gesekan dadanya semakin kuat terasa, aku
mulai merasakan ada yang bergerak di dalam celanaku, semakin keras dan
keras.
Lampu bis dipadamkan dan kulihat bangku disebelah kiriku
sudah terlelap juga. Aku mulai mengadakan kegiatan gerilya, dengan
perlahan namun pasti kujulurkan tangan kananku yang sedang memeluk ke
arah bawah ketiaknya, kusentuh dengan lembut gumpalan daging yang sejak
tadi kuincar. Ah.., kenyal dan lembut, Eni menggeliat namun tetap diam,
aksiku makin berani melihat kondisi ini, kusingkap perlahan kaosnya
dari bawah melalui pinggangnya yang ramping, dengan berani kuraih
payudaranya sebelah kanan dengan menyingkap BH-nya, kurasakan ujung
payudaranya mengeras, kuusap lembut dan semakin mengeras, dia menggeliat
terbangun sedikit mengerang dan berbisik, “Mas.., kamu nakal.., Jangan
ah”, pintanya tanpa berusaha melarang lebih lanjut. Kenakalanku
semakin menjadi, kucium wajahnya sekilas dia malu dan merunduk,
menempelkan wajahnya di dadaku dan merunduk, kulanjutkan usahaku
mengusap terus payudaranya yang kenyal.
Batang kemaluanku
semakin mengeras tampaknya dan dia mengetahui, perlahan dia sentuhkan
tangannya ke kemaluanku dan dia menatapku. “Aku.., Aku..”, belum sempat
dia bicara, kusorongkan bibirku dan disahutnya dengan mesra. Kulihat
sekelilingku masih tetap terlelap dan aku terus meremas payudaranya
sambil mempermainkan puting susunya yang semakin mengeras tersebut. Aku
semakin menjadi dan merasa aman saja karena bagian dada Eni tertutup
dengan jaket hangatku, dan tangan Eni juga tidak diam dengan cekatan
dan terampil tanpa komando dielusnya penisku dari luar yang semakin
mengeras itu dan aku semakin tak tahan karena geli.
Waktu
menunjukkan pukul 04.00 sat bis memasuki hotel di Bali, sesuai dengan
kamar yang dipersiapkan aku bersebehan dengan kamar Eni, kubantu dia
menurunkan barang-barangnya untuk dimasukkan dalam kamarnya.
Pada
pengangkatan barang yang terakhir dipersilakannya aku duduk dulu, tapi
aku sudah tidak sabar lagi, pintu kututup dan kuraih pinggang
rampingnya, kusorongkan bibirku dan diraihnya dengan ganas. Aku dan dia
saling melumat, tanganku mulai bergerak menangkap gumpalan di dadanya,
sambil berjalan kududukkan dia di spring bed sambil kupeluk dan kuraba
punggungnya, kini sampailah pada pengait BH, kutarik pengaitnya dan
lepas, aku semakin bebas memegang buah dadanya dan dia menggeliat liar
sambil mendesis, kancing T-shirt yang dikenakan kutarik sampai lepas dan
dengan segera kulepas T-shirtnya. Aku terkagum, kulihat pemandangan
yang sungguh menakjubkan gadis berbody bagus dengan dada terbuka
tergolek indah, seperti gunung kecil yang mencuat dengan puncak coklat
kemerahan manantang, kulit putih mulus dengan memakai celana panjang dia
terpejam, mulutku mulai menyusuri wajah turun ke leher dan akhirnya
menancap pada ujung payudaranya.., Kuhisap.., terus sambil tak
henti-hentinya tanganku meraba pada bagian lain.
“Oh.., Mas.., Maass”, erangnya.
Cerita
Dewasa Ngesek dengan ABG Bali Tanganku mulai turun ke bawah, kubuka
kancing celananya dan perlahan kumasukkan tanganku pada bagian lunak
berbulu lebat dan mulai basah. Kuusap dengan lembut, dia tidak menolak
bahkan memegang tanganku untuk lebih lama tinggal di tempat basah
tersebut. Kumasukkan perlahan jari tanganku.., basah dan semakin basah,
dia semakin liar bergerak dan kulihat wajahnya memerah. Tanganku
berhenti pada benda kecil yang ada diantara bukit berbulu tersebut,
dengan lincahnya kuputar-putar benda kecil yang bernama clitoris dan
kudapatkan vaginanya semakin berair.
” Aku nggak tahan Mas.., ah..,
aahh”, dipeluknya aku erat-erat dan mulutku masih tetap menghisap ujung
buah dadanya. Dengan gerak gemulai dia menurunkan seluruh kain yang
menempel di tubuhnya, kini semuanya nyata, gadis dengan kulit mulus
tanpa cela tergolek mesra di ranjang. Dengan ada bagian hitam legam
penuh bulu menarik sekali nampaknya.
Ditariknya dengan keras
tanganku untuk menjauh dari kemaluannya, dan dengan tiba-tiba dia
terbangun, didorongnya perlahan tubuhku sampai telentang dan dia mulai
merabaku dengan ganas, ditariknya kancing bajuku, celanaku, semuanya
terlepas tinggal celana dalamku saja, kami tersenyum dan dengan perlahan
Eni mulai melakukan aksinya, dihisapnya dadaku dan dikecupnya
perlahan, dia meraba celana dalamku dari luar pelan dan terasa nikmat,
tangannya yang lentik mulai merambah ke dalam celana dalamku dan
“Breet”, ditariknya keluar batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri.
“Woow”, serunya berdesah, “Belum pernah aku melihat benda yang seperti
ini”.
Kulirik kemaluaku dengan ujung yang membonggol memerah dan berdenyut keras.
“Ini punya manusia apa kuda?”, tanyanya manja.
“Punya
manusia dengan ukuran kuda”, jawabku terpejam dan pada saat itu pula
kulihat ujung kemaluanku sudah masuk dalam mulut Eni. Memang kabarnya
sih (nggak GR lho, pada waktu luang aku mencoba mengukur kemaluanku
ternyata memiliki panjang 17,5 cm dan lingkarnya cukup segenggaman
tangan normal) disedotnya kemaluanku sampai pipinya kelihatan cekung.
Mataku terpejam merasakan nikmatnya sedotan Eni. Tanganku meremas
rambutnya sambil sesekali kutarik rambutnya. Tidak berhenti sampai di
situ saja biji kemaluanku tidak luput dari keganasan mulut Eni, terasa
bergerinjal dan licin.
Aku mengerang dan Eni semakin gila
memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya yang mungil dengan cepat keluar
masuk sampai terlihat otot kemaluanku semakin memerah dan tanganku juga
tidak mau diam dengan meraih kemaluan Eni, kukucek dengan jemariku
memelintir clitorisnya. Dia mulai memuncak, dipegangnya gagang
kemaluanku dan ditutunnya ke dalam liang vaginanya, dia mendudukiku.
” Sekarang ya Maass aku nggak kuat.., hoo”, erangnya.
Aku
diam saja dan, “Brreess”, ditekannya kuat-kuat vaginanya menutupi
kemaluanku. Aku geli bukan kepalang, tapi kulirik masih kepala
kemaluanku saja yang tenggelam dalam vaginanya, digoyangnya lagi
vaginanya perlahan, centi demi centi kemaluanku amblas dilahap
vaginanya. Dia menjerit dan mengerang begitu merasakan vaginanya penuh
dengan kemaluanku, sesak rasanya kemaluanku tidak dapat bergerak di
dalam vaginanya.
Kami diam sejenak, aku rasakan kemaluanku
seperti dipijat-pijat dan berdenyut, “aahh”, erangku. Eni mulai bergerak
maju mundur dan naik turun. Semakin lama semakin cepat disertai
erangan manja yang membuat aku semakin terangsang. Kupegang pinggangnya
untuk membantu lancarnya gerak kemaluanku mengucek kemaluannya. Dan,
“Ooohh.., dengan kuat sekali dia memelukku dengan kaku sambil berteriak
histeris.
“Ampuun aku nggak kuat mau keluar Ton”, erangnya.
Kurasakan semakin licin kemaluanku mengocek kemaluannya. Dipeluknya aku
erat-erat dan kurasakan adanya kuku yang menancap di punggungku.
“Jangan gerak dulu Ton aku nggaak kuat..”, pintanya.
Kudiamkan
kemaluanku tetap bersembunyi di vaginanya. Tidak lama kemudian dia
lemas dan telentang, kulihat kemaluanku masih tegak berdiri dan siap
menghunjam. Kuambil handuk dan kuusapkan pada vaginanya yang basah.
Setelah kering kucoba memberikan rangsangan dengan membiarkan mulutku
menjilatinya. Dan ajaib, Eni mulai terangsang lagi, Eni menggeliat
begitu lidahku mempermainkan clitorisnya, kugigit kecil dan kudengarkan
suara teriakannya semakin menjadi.
Disorongkan pantatnya dan
hidungku ambles ke lubangnya, tercium bau segar vaginanya dan batang
kemlauanku semakin keras memerah. Aku berdiri dengan memegang batang
kemaluanku, kusibak rambut di seputar kemaluan Eni dan kugesek-gesekkan
kepala kemaluanku menyodok clitorisnya, dia semakin menggila. Kutuntun
pelan-pelan dan tidak seperti pertama tadi, batang kemaluanku lebih
mudah menerobos vagina Eni yang sudah mulai membanjir itu.
Dengan
lancar mulai kugerakkan keluar masuk ke vaginanya, Eni menggoyangkan
pantatnya mengimbangi permainanku sembari tangannya menggapai punggungku
dan sesekali desisan suaranya menambah rangsanganku.
“Teruus.., Toon,.. aahh”.
“Yaahh.
“Ahh.
cerita panas, 17 tahun, cerita seks, cerita sex, cerita dewasa, Cerita dewasa 17 tahun, cerita mesum,
Semakin
lama semakin kurasakan mudah menggoyang kemaluanku dan terasa
berkecipak suara beradunya vagina Eni dan kemaluanku. Kepalaku mulai
hangat dan kemaluanku mulai meregang.
“Enn.., aahh.
“Apa Ton.
“Aku nggak kuat En.., Mau keluar.
“Aku sudah tiga kali Ton.., Tapi sebentar Ton.
Tiba-tiba
ditariknya batang kemaluanku dan dikocok sambil mulutnya menghisap
ujung kemaluanku, dengan rakusnya ditarik dan dimasukkan secara cepat
kemaluanku pada mulutnya yang mungil dan tak henti-hentinya dia
berguman, aku semakin geli dan geli, “aahh”, sesaat kemudian, “Srreett”,
kurasakan ada sesuatu zat yang keluar dari kemaluanku dan tidak
disia-siakan oleh mulut Eni, dihisap dan hisap terus, tak terasa mulut
Eni penuh dengan tumpahan air maniku bahkan ada beberapa yang sampai ke
pipinya. Dia tersenyum, dibersihkannya kemaluanku dengan mulutnya
sambil terus diciumi tanpa henti dan pecah rasanya kepalaku menahan
geli yang tidak terkira.
Aku tergeletak tak berdaya dengan
keringat mengucur dari setiap centi tubuhku. Dipeluk, dikecupnya
tubuhku oleh Eni. Dipegangnya kemaluanku yang mulai mengecil dan
diciumnya kembali.
“Aahh.., sudah dulu ah.., aku masih payah”, pintaku manja.
“Enggak
kog aku cuma membersiin yang tadi saja, ini masih ada sisanya kog”,
sambil terus melumat kemaluanku dan menghisapnya hingga bersih.
“Terima kasih ya Ton.., kamu hebat”.
Kuusap rambut dan tubuhnya yang polos, “Ah.., sama saja, aku belum pernah merasakan hal yang heboh seperti ini”.
Paginya
rombongan melanjutkan perjalanan ke obyek wisata dan aku tidak
lepas-lepas mengamit lengan Eni dan dia bergelayut dengan manja.
Sepulang
dari wisata Bali petualangan seks-ku dengan Eni terus berlanjut sampai
Eni melangsungkan pernikahan. Sejak menikah kami tidak pernah lagi
bertemu, karena Eni sekarang tidak lagi ada di kotaku.